Selasa, 04 Januari 2011

Bid'ah


BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu isu besar yang mengancam persatuan umat Islam adalah isu bid'ah. Akhir-akhir ini, kata itu makin sering kita dengar, makin sering kita ucapkan dan makin sering pula kita gunakan untuk memberi label kepada saudara-saudara kita seiman. Bukan labelnya yang dimasalahkan, tapi implikasi dari label tersebut yang patut kita cermati, yaitu anggapan sebagian kita bahwa mereka yang melakukan bid'ah adalah aliran sesat. Karena itu aliran sesat, maka harus dicari jalan untuk memberantasnya atau bahkan menyingkirkannya. Kita merasa sedih sekarang ini, makin banyak umat Islam yang menganggap saudaranya sesat karena isu bid'ah dan sebaliknya kita makin prihatin sering mendengar umat Islam yang mengeluh atau menyatakan sakit hati dan bahkan marah-marah karena dirinya dianggap sesat oleh saudaranya seiman. 
Yang paling mudah kita baca dari kasus tersebut adalah adanya trend makin maraknya umat Islam saling bermusuhan dan saling mencurigai sesama mereka dengan menggunakan isu bid'ah. Mari kita renungkan, apakah kondisi seperti itu harus terjadi terus menerus di kalangan umat Islam? Di beberapa negara Muslim, seperti di Pakistan, isu itu telah menyulut perang saudara berdarah antar umat Islam hingga saat ini. Sudah tak terhitung nyawa yang melayang karena pertikian seperti itu.
Sehubungan dengan ini, pada halaman selanjutnya di Bab II penulis akan membahas tentang pegertian bid’ah, jenis dan Hukumnya serta  akibat yang ditimbulkan dari bid’ah.









BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Bid’ah
Arti dasar bid’ah ditinjau dari segi bahasa adalah baru ditemukan atau baru diadakan yang mana sesuatu itu belum pernah ada contoh sebelumnya, maka dikatakan bahwa seseorang telah berbuat bid’ah jika ia melakukan sesuatu perkara yang belum pernah dilakukan seseorang sebelumnya. Sedangkan ditinjau dari segi syari’ah adalah asy-Syathiby  mendefinisikan bid'ah dengan mengatakan, bahwa cara dalam beragama yang baru diadakan, yang mana cara baru diadakan, yang mana cara yang baru diadakan ini menyerupai syariat. Cara yang baru ini bertujuan untuk melakukan ibadah kepada Allah dengan perbuatan yang maksimal.[1]
Dari pengertian di atas dapat kita ketahui bahwa arti bid’ah yang ditinjau dari segi bahasa adalah lebih luas daripada arti bid’ah yang ditinjau dari segi syari’at. Berkata ibnu Hajar, “maka bid’ah jika ditinjau dari pengertian dari segi syari’at adalah perbuatan tercela, lain halnya dengan bid’ah  jika ditinjau dari segi bahasa. Dan sesungguhnya segala sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada, maka sesuatu itu adalah bid’ah baik sesuatu yang terpuji maupun sesuatu yang tercela.

B.     Jenis-Jenis Bid’ah
Bid’ah dalam agama ada dua macam:
1.      Bid’ah qauliyah i’tiqadiyah (bid’ah yang bersifat pemikiran dan keyakinan). Misal, pemikiran sesat kelompok qadariyyah (suatu keyakinan bahwa allah tidak mengetahui perbuatan yang akan dilakukan makhluk-nya).
2.      Bid’ah dalam masalah ibadah. Bentuk-bentuk bid’ah jenis ini antara lain:
Pertama, bid’ah yang terjadi pada asal-usul ibadah. Misal, membuat ibadah yang tidak ada landasan syari’at seperti perayaan-perayaan yang tidak disyari’atkan. Contohnya maulid nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kedua, bid’ah berupa penambahan terhadap ibadah yang disyari’atkan. Misal, menambah raka’at pada shalat dzuhur menjadi lima raka’at.
Ketiga, bid’ah dalam tata cara pelaksanaan ibadah, yaitu melaksanakan tata cara ibadah dengan cara yang tidak sesuai dengan syari’at. Misal, membaca dzikir secara bersama-sama.
Keempat, bid’ah dalam pengkhususan waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah, sementara syari’at islam sebenarnya tidak mengkhususkan waktu tersebut. Misal, puasa nishfu sya’ban (puasa pertengahan bulan sya’ban).
Imam al-albani menerangkan dalam kitabnya ahkamul janaa-iz tentang cara mengenal bid’ah, yaitu:
Pertama, segala sesuatu yang menyalahi sunnah, baik perkataan, perbuatan, atau keyakinan meskipun keluar dari hasil ijtihad.
Adakalanya bid’ah itu timbul atau keluar dari hasil ijtihad yang keliru dari sebagian ulama, meskipun ulama tersebut tidak disebut sebagai pembuat bid’ah. Mereka bahkan memperoleh satu ganjaran karena hasil ijtihadnya, walaupun salah. Kesalahan ijtihad tersebut tidak boleh diikuti oleh kaum muslimin.
Kedua, setiap urusan yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada allah, padahal telah datang larangan dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Misal, orang yang berpuasa sepanjang masa (terus menerus), dan yang mengkhususkan hari jum’at untuk berpuasa.
Ketiga, setiap urusan yang tidak mungkin disyari’atkan kecuali dengan nash (dalil) atau keterangan dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika nash tidak ada, maka itulah bid’ah kecuali jika datang keterangan dari sahabat dan dikerjakan berulang kali, serta tidak ada yang mengingkari dari sahabat lainnya.
Keempat, memasukkan adat-adat kaum kuffar di dalam ibadah kaum muslimin
Kelima, setiap ibadah yang disukai oleh sebagian ulama mutaakhirin, padahal tidak berdasar dalil.
Keenam, ibadah yang berlandaskan pada dalil hadits dha’if (lemah) atau maudhu’ (palsu)
Ketujuh, ghuluw (berlebihan) di dalam beribadah.
Kedelapan, setiap ibadah yang dimutlakkan oleh agama, kemudian manusia mengaitkannya dengan beberapa kaitan seperti tempat, waktu, sifat, atau bilangan.[2]

C.     Hukum Bid’ah

Setiap bid’ah adalah kesesatan, setiap bid’ah membawa pelakunya kepada perbuatan dosa, perbuatan kesesatan dan menodai syariat islam yang mulia dan sempurna ini. Bukankah sesuatu yang sempurna jika ditambah atau dikurangi akan merusak kesempurnaannya? Bukankah sebuah bola yang sudah bulat sempurna jika kita tambahi atau kurangi malah akan merusak keindahannya??[3]
Perbuatan bid’ah adalah kesesatan walaupun orang-orang menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan, sebagaimana perkataan sahabat Abdullah Ibnu Umar,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah kesesatan meskipun manusia menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam agama ini tanpa ada tuntunannya maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)
Juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Setiap bid’ah adalah kesesatn.” (HR. Tirmidzi)
D.    Perhatian Salafus-Shalihihin  Terhadap Perkara Bid’ah
Sesungguhnya para salafush shalih kita memiliki perhatian khusus untuk memperingati ummat ini agar menghindar diri dari bid’ah. Perhatian mereka terhadap masalah bid’ah untuk dihindari adalah sama dengan perhatian mereka terhadap As-sunnah untuk tetap dipegang teguh. Maka dari itu setiap kitab yang ditulis oleh para imam yang membahas masalah As-sunnah sudah bisa dipastikan bahwa kitab itu juga akan membahas bahaya dan buruknya perbuatan yang dilakukan oleh para pelakunya. Hal ini dibahas dengan tujuan untuk memberi peringatan kepada kaum muslimin agar mereka berhati-hati dan tidak terjerumus dalam perbuatan bid’ah.[4]

E.     Bahaya dan Pengaruh Buruk Bid’ah
Bahaya yang ditimbulkan dari bid’ah secara umum terdiri dari tiga bahaya :
Bahaya Pertama : adanya pendapat atau pemikiran yang mengatakan bahwa agama kurang atau belum sempurna, dan bahwa sesungguhnya disana masih terdapat beberapa sisi yang harus disempurnakan untuk menyempurnakan agama ini. Pendapat atau pemikiran yang seperti ini sudah jelas bertentangan dengan  Firman Allah SWT





Artinya :  Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.’(Q.S.Al-Maidah : 3)

Bahaya Kedua :sesungguhnya bid’ah merupakan perbuatan yang dapat merusak misi dan risalah Rasulullah SAW. Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus utusan-Nya dengan petunjuk dan agama  yang hak dan memerintahkan utusan-Nya untuk menyampaikan misi yang berupa petunjuk dan agama yang hal itu. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan(apa yang diperintahkan itu,berarti) kamu tidak menyampaikan amanatn-Nya.”(Q.S Al-Maidah ayat 67).
Bahaya ketiga ; sesungguhnya perbuatan bid’ah adalah perbuatan yang nyata-nyata menentang perintah-perintah Rasulullah SAW, karena sesungguhnya beliau telah menganjurkan ummatnya untuk berpegang teguh pada Sunnah beliau. Dan memperingati mereka agar tidak melakukan perkara-perkara baru dalam agama.
Sedangkan pengaruh buruk yang ditimbulkan dari perbuatan bid’ah banyak sekali diantaranya adalah :
Pertama : mengikuti perkara-perkara yang tidak ada kejelasannya, mematikan As-Sunnah dan menimbulkan permusuhan serta pertikaian.
Kedua : mengikuti hawa nafsu, meninggalkan  jamaah dan mengikuti jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang merusak.
Ketiga ; Menyesatkan  manusia dan amat sulit bagi seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari bi’ah jika ia telah masuk ke dalamnya.
Sedangkan bahaya perbuatan bid’ah  adalah bersifat umum. Di antaranya bahaya itu ada yang menimpa orang-orang yang membuat bid’ah itu sendiri, ada pula bahaya yang menimpa orang-orang yang mengikuti perbuatan bid’ah itu, ada juga bahaya yang  menimpa agama itu sendiri dan ada pula bahaya ummat yang melakukan bid’ah itu dalam kehidupan beragamanya. Ini adalah bahaya bid’ah secara umum,  sedangkan rinciannya sebagai berikut :
Pertama :  bahaya yang menimpa orang-orang yang membuat bid’ah itu sendiri yaitu merampas hak pembuat syari’at yang mana tidak ada yang memiliki hak kecuali Allah.
Kedua ; bahaya yang akan menimpa orang-orang yang membuat bid’ah dan orang-orang yang mengikuti bid’ah itu, yakni diharamkannya bagi mereka untuk mendapatkan pahala karena apa yang mereka lakukan itu adalah perbuatan yang tertolak. Sulit bagi  mereka untuk meminta taubat, karena mereka menyangka perbuatan mereka itu berdasarkan petunjuk. Diharamkan bagi mereka untuk mendapatkan air telaga Muhammad SAW di surga, dan mereka termasuk orang-orang yang tidak akan mendapatkan syafa’at dari Nabi SAW.
Ketiga ; bahaya yang akan menimpa agama, yaitu hilangnya sebagian besar hukum-hukum syari’at yang telah ditetapkan dan mencoreng keindahan syari’at Islam itu sendiri dengan perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh ummatnya.
Keempat ; bahaya yang akan menimpa ummat ini bagi mereka yang melakukan perbuatan bid’ah, yaitu dapat menimbulkan permusuhan di antara sesama ummat Islam.[5]
F.      Penyebab  Timbulnya Bid’ah
1.      Kebodohan terhadap hukum agama
Seiring perjalanan waktu dari masa ke masa, manusia semakin jauh dari ajaran-ajaran Islam sehingga ilmu akan semakin sedikit dan kebodohan pun merajalela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa hidup (sesudahku nanti), niscaya akan melihat perselisihan yang amat banyak.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Bid’ah hanya bisa diberantas dengan ilmu dan keberadaan ulama. Jika ilmu dan ulama semakin sedikit, maka kesempatan emas bagi para pelaku bid’ah untuk menyebarluaskan ajaran bid’ah dengan leluasa.
2.      Mengikuti hawa nafsu
Barangsiapa berpaling dari Al-Qur’an dan Sunnah, maka pasti ia akan menuruti hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman, “Maka jika mereka tidak menyambut (seruan)mu, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah orang yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.” (QS. Al-Qashash: 50)
3.       Fanatisme terhadap pendapat tokoh tertentu
Meniru orang-orang kafir dalam hal keyakinan dan ibadah (misal, meniru perayaan hari besar non-Islam. Untuk memperingati kelahiran Yesus, Nasrani merayakan Natal. Sementara sebagian kaum muslimin meniru-niru memperingati kelahiran Rasulullah dengan merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.)
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bid’ah menurut bahasa berarti sesuatu yang baru tanpa adanya contoh sebelumnya. Bid’ah dinamakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai muhdats, yaitu sesuatu yang baru di dalam agama yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan rasul-Nya. Atau suatu cara yang diadakan/dibuat oleh orang di dalam agama Islam yang menyerupai syari’at untuk tujuan beribadah kepada Allah.
Setiap bid’ah dalam agama hukumnya haram dan sesat. Hal ini berdasar pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang diada-adakan, sesungguhnya setiap perkara baru (yang diada-adakan) itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah). Dalam riwayat yang lain, “Barangsiapa melakukan amalan yang tidak ada padanya (dasarnya dalam) urusan (agama) kami, maka dia tertolak.” (HR. Muslim)
Bid’ah yang tercela dalam Islam adalah perbuatan bid’ah dalam syariat Islam, yaitu melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan dengan alasan ibadah padahal tidak ada dalil atas hal tersebut atau dalil yang menjadi sandarannya adalah hadits yang lemah, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum. Sehingga apabila ada seseorang melakukan suatu perbuatan yang baru akan tetapi tidak dalam rangka beribadah kepada Allah ta’ala maka perbuatan tersebut bukanlah disebut sebagai bid’ah yang tercela akan tetapi disebut bid’ah secara bahasa, dan perbuatan tersebut boleh.






DAFTAR PUSTAKA

Abud Bin Ali Bin Zar’, Al-Ghuluwwu fi Ad-Diin/ Berlebih-lebihan dalam Agama,Cet-1, Jakarta, Pustaka Azzam,2002.


http://muslim.or.id/manhaj/bidah-dalam-timbangan-islam.html







[1]  Abud Bin Ali Bin Zar’, Al-Ghuluwwu fi Ad-Diin/ Berlebih-lebihan dalam Agama,Cet-1,( Jakarta: Pustaka Azzam,2002),hal.90.
[2].http://belajarislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=458:bidah&catid=58:manhaj&itemid=134
[3] http://muslim.or.id/manhaj/bidah-dalam-timbangan-islam.html
[4]  Abud Bin Ali Bin Zar’, Al-Ghuluwwu fi Ad-Diin/ Berlebih-lebihan dalam Agama,Cet-1,( Jakarta: Pustaka Azzam,2002),hal.91.
[5] Ibid, hal.92.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar