Selasa, 04 Januari 2011

Akhlak tercela


BAB I
PENDAHULUAN

Akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabiat sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk, mengatur pergaulan manusia, dan menentukan perbuatan akhir dari usaha dan pekerjaannya. Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan prilaku atau perbuatan, jika perilaku yang melekat itu buruk, maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah. Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlakul mahmudah.
            Selain akhlak digunakan pula istilah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” artinya adat kebiasaan. Etika adalah ilmu yang menyelidikai baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran. Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku manusia, perbedaannya terletak pada dasarnya. Sebagai cabang filsafat, etika bertitik tolak dari pikiran manusia, sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya.  Moral berasal dari kata “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum(masyarakat) yang baik dan wajar. Moral dan etika memiliki kesamaan dalam hal baik dan buruk. Bedanya etika bersifat teoritis, sedangkan moral lebih bersifat praktis. Menurut filsafat, etika memandang perbuatan manusia secara universal(umum), sedangkan moral memandangnya secara lokal. Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syari’ah. Oleh karena itu, akhlak merupakan pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik.
Akhlak merupakan perilaku yang tampak(terlihat) dengan jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang dimotivasi oleh dorongan karena Allah. Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam.


BAB II
PEMBAHASAN
Akhlak-Akhlak Tercela Dalam Islam
A.     Pengertian Akhlak Tercela
     Akhlak tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, yang akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain. Akhlak tercela dapat digolongkan menjadi perilaku yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan perilaku yang bardampak buruk bagi orang lain.
B.     Macam-Macam Akhlak Tercela dalam Islam
1.      Sikap Dendam
            Dendam dalam bahasa Arab di sebut hiqid, yaitu mengandung permusuhan di dalam batin dan menanti-nanti waktu yang terbaik untuk melepaskan dendamnya, menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas sakit hati dengan mencelakakan orang yang di dendami.
Dalam Al-Quran Allah berfirman: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang di karuniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi seorang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah yang maha mengetahui segala sesuatu.”(An-Nisa: 32)
Islam sangat memperhatikan kebersihan hati karena hati yang penuh dengan noda-noda kotoran itu, dapat merusak amal sholeh, bahkan menghancurkannya. Sedang hati yang bersih, jernih dan bersinar itu dapat menyuburkan amal dan dorongan semangat untuk meningkatkan amal ibadah, dan Allah memberkahi dan memberikan segala kebaikan kepada orang yang hatinya bersih. Mencegah adanya ketegangan dan permusuhan, menurut Islam merupakan ibadah yang besar, sebagaimana sabda Nabi saw: “Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama dari puasa, shalat dan shadaqoh?”, Sahabat menjawab “Tentu mau”. Nabi saw bersabda: "Yaitu mendamaikan di antara kamu, karena rusaknya perdamaian di antara kamu adalah menjadi pencukur yakni perusak agama".(HR. Abu Daud dan Turmudzi)
•  Akibat Sikap Dendam
Dampak yang akan muncul dari sikap dendam:
a. Hidupnya akan dikucilkan oleh masyarakat di sekitarnya
b. Banyak teman-teman yang akan memusuhi dan menjauhinya
c. Kunci rusaknya tali silaturahmi dan persaudaraan di antara sesama
d. Merupakan dosa besar dan akan disiksa oleh api neraka

Cara Menjauhkan Diri dari Sikap Dendam

a. Tanyakan ke diri masing-masing.. “Untung tidak sih, punya sifat pendendam?”
b. Menyadari bahwa setiap manusia di antara sesama muslim adalah saudara
c. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
d. Menumbuhkan sikap bersih hati
e. Meningkatkan sikap saling memaafkan
f. Yakin bahwa sikap pemaaf bukan berarti mengalah.[1]

2.      Sikap Dengki
Dengki atau Al Hasadu adalah sebuah penyakit ‘berbahaya’ yang bibitnya hidup dalam tubuh manusia. Dia akan senang sekali ketika menjumpai pemicu sifat hidupnya. Ketika saudara, teman atau tetangganya tersenyum senang maka sang pendengki akan kusut muka, sedih, pusing kepala dan dongkol menyesali kebahagiaan teman yang didengkinya.
Sebaliknya ketika terdengar kabar buruk, kesedihan atau musibah maka sang pendengki puas bersorak bahagia walau kadang-kadang menutupinya agar terkesan tidak terlihat, bahkan terlihat simpatik. Kedengkian tidak akan muncul di hati manusia beriman yang selalu berusaha menuju taqwa, setiap waktu diguyur ilmu, amal dan berada dalam lingkaran persaudaraan yang ikhlas siap dalam membantu dan menasehati.
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS.2:120)
Didalam masalah kerukunan hidup dan ukhuwwah, penyakit ini selalu saja berusaha menyelinap muncul untuk mengadu domba dan menghancurkan sebuah ikatan perjuangan. Bagi yang tidak peka dan tidak berusaha melawan gejolak ini, maka dirinya akan terjerumus dalam kedengkian yang tiada akhir. Bahkan tidak merasa kedengkian yang telah menyelimutinya. Hidup terasa berat dan susah, mengingat kepada yang sedang didengkipun sudah gelisah apalagi bertemu pula.
اِنَّ الدّيْنَ عِنْدَ اللهِ اْلاِسْلاَمُ، وَ مَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلكِتبَ اِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ اْلعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ، وَ مَنْ يَّكْفُرْ بِايتِ اللهِ فَاِنَّ اللهَ سَرِيْعُ اْلحِسَابِ. ال عمران
Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [QS.2 : 19]

Dengki Penghambat ketaqwaan
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تَحَاسَدُوْا، وَ لاَ تَنَاجَشُوْا، وَ لاَ تَبَاغَضُوْا، وَ لاَ تَدَابَرُوْا، وَ لاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا. اَلْمُسْلِمُ اَخُو اْلمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَخْذُلُهُ وَ لاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى ههُنَا. وَ يُشِيْرُ اِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ اْلمُسْلِمَ. كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَ مَالُهُ وَ عِرْضُهُ. مسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkat : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling menjerumuskan, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas jualan sebagian yang lain. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menganiaya, membiarkannya dan menghinanya. Taqwa itu ada di sini”, sambil beliau menunjuk ke dadanya, tiga kali. “Cukuplah seseorang dianggap jahat apabila menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1986]
Dari hadits di atas jelas bahwa sesama muslim dilarang mendengki, membohongi, membenci, mencuri dan saling memusuhi. Jika itu tak ada dalam diri kita semua, maka jaminan muncul kekuatan dari sebuah ukhuwah bukanlah mimpi lagi.
Al Hasadu Menyerang Siapapun
Iri dengki tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan biasa.
Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan bahkan da’i. Seorang da’i atau mubalig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau mubalig lain. Tidak suka pengikutnya pergi mengikuti yang lain padahal lebih baik.
Seorang yang mengikuti kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenangan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?
Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut itu. Merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah adalah kecil, tapi bisa jadi mucul sebaliknya. Kedengkian luar biasa dalam wujud kebahagiaan karena melihat yang didengki susah, kalah dan terkena musibah.
Kedengkian Menyantap Habis Kebaikan.
عَنْ اَنَسٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلْحَسَدُ يَأْكُلُ اْلحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ اْلحَطَبَ. وَ الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ اْلخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ اْلمَاءُ النَّارَ. وَ الصَّلاَةُ نُوْرُ اْلمُؤْمِنِ وَ الصّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ. ابن ماجه، ضعيف لانه فى اسناده عيسى بن عيسى
Dari Anas RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Dengki itu bisa memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Shadaqah itu bisa menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api, shalat itu adalah cahayanya orang mukmin dan puasa itu adalah perisai (bisa menjauhkan) dari neraka”. [HR. Ibnu Majah]
Sebuah kedengkian akan mengantar kepada dosa-dosa berantai lainnya seperti fitnah, gunjing, bohong, merampas dst. Maka sangatlah benar ketika kedengkian menyelimuti, bersiap-siaplah pahala akan pergi menjauh dan dosa-dosa akan berdatangan memenuhi catatan amalnya.[2]


3.      Sikap pembohong(Dusta)
Dusta adalah memberikan atau menyampaikan informasi (laporan, data, dan pertanggung jawaban) yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dusta dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1.      Dusta melalui ucapan lisan, misalnya : apa yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilahirkan.
2.      Dusta melalui tulisan, misalnya apa yang dilaporkan secara tertulis tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
3.      Dusta melalui hati, misalnya lisannya mengaku beriman padahal hatinya mendustakan.[3]
Ketiga bagian dusta tersebut termasuk tercela yang hukumnya haram, dan pelakunya akan mendapat murka dari Allah SWT. Allah SWT berfirman :

Artinya : “ Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat.”(Q.S.Ash-Shaf,611 :3)

4.      Sikap Ujub
Ujub ialah sikap/perilaku bermegah diri atau berbangga diri. Orang yang bersikap/berperilaku ujub beranggapan bahwa segala kesuksesan yang diraih, seperti harta yang berlimpah, kepandaian yang tidak tertandingi, dan kepangkatannya yang tinggi semata-mata karena hasil usaha serta kehebatannya dirinya. Semua itu ia pikir, ia raih tanpa bantuan dari siapapun, termasuk Allah SWT. Orang yang bersikap/berperilaku ujub biasanya selalu merasa dirinya besar, selalu benar, tidak pernah salah atau keliru. Karenanya tidak bisa menerima kritik orang lain.[4]
      Allah Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ujub antara lain Surah At-Taubah,9 : ayat 25 dan 55. Allah berfirman :



Artinya : “Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu(menjadikan kamu bersikap ujub). Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.”( Q.S At-Taubah,9 : 55).

5.      Sikap Takabbur
Takabbur ialah sikap perilaku membesarkan diri dan tidak menerima kebenarabn serta memandang kecil atau rendah terhadap orang lain. Dalam bahasa Indonesia perkataan takabbur sama dengan sombong. Sikap/ perilaku takabbur termasuk akhlak tercela yang wajib dijauhi oleh setiap muslim (muslimah).[5]
Allah berfirman :


Artinya : “ Tidak diragukan lagi, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang takabur(sombong)”.(Q.S.An-Nahl,16: 23)
                        Sikap/perilaku takabbur termasuk Akhlak terlela, karena akan mendatangkan kerugian dan bencana bagi pelakunya.
                        Orang yang takabbur kepada  Allah SWT, sehingga ia tidak mengetahui akan kebesaran-Nya, tidak mau melaksanakan perintah-Nya, dan meninggalkan segala apa yang dilarang-Nya, tentu di alam akhirat kelak akan dicampakkan ke dalam neraka.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “ maukah akmu saya beritahu tentang ahli neraka? Yaitu tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan takabbur.” ( At-Tirmidzi).
Orang yang takabbur terhadap sesama manusia, biasanya akan dibenci masyarakat. Hal ini disebabkan karena ia suka menghina, merendahkan, dan mencela orang lain yang tidak disenanginya orang lain yang tidak disayanginya atau yang dianggap dapat menghambat usahanya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “ tidak akan masuk surga( memperoleh kebahagian) orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebesar semut”(HR Muslim).

6.      Sikap Malas

 

Sifat malas adalah tikarnya iblis. Bila kita membiarkan sifat malas ini dgn tidak berusaha memeranginya, maka tikar itu akan semakin lebar, sehingga semakin nyaman iblis bersemayam di atasnya. Kita akan menjadi semakin sulit keluar dari sikap malas itu dan hancurlah kita setinggi apapun ilmu kita, karena akan berakhir tanpa diamalkan.

Seringkali kita telah paham tentang ajaran agama, kita sudah paham betul manfaatnya bagi kita, namun seringkali sikap malas melingkupi kita. Kita cenderung menunda waktu, kita cenderung menuruti rasa kantuk, menunda-nunda pekerjaan, padahal kita sudah tahu bahwa seringkali kesempatan tidak datang dua kali, kita sudah paham makna surat Al-Ashr, seringkali kita terjebak pada “hanya ngomong tanpa berbuat”.

Bila kita mengingat sang Pembawa Risalah, Muhammad SAW; begitu sempurnanya akhlaq beliau. Tidak ada waktu yang tersia-siakan; sehingga dalam waktu hanya 23 tahun, beliau mampu membalik keadaan masyarakat. Sungguh besar manfaat keberadaan beliau di tengah-tengah masyarakat. Beliau adalah seorang pemberani, seorang panglima perang teladan, beliau adalah seorang pedagang teladan, beliau adalah seorang guru teladan, beliau adalah seorang suami teladan, beliau adalah seorang Ayah teladan, beliau adalah sorang anak teladan, beliau adalah seorang imam sholat teladan, beliau adalah tetangga teladan, beliau adalah teman/sahabat teladan, beliau adalah seorang kepala negara teladan.

Semua itu menggambarkan bahwa tiada sifat malas sedikit pun, sehingga layaklah beliau menjadi “uswatun hasanah” bagi seluruh manusia setelahnya. Beliau adalah gambaran Khalifah di muka bumi yang sempurna, sehingga beliau menjadi rahmat bagi seluruh alam. Beliau adalah Al-Qur’an berjalan.

Barang siapa di antara kita ingin sukses hidup di dunia sampai akhirat, maka berusaha meneladani beliau adalah merupakan satu-satunya pilihan. Berusaha meneladani akhlaq beliau berarti menghidupkan nur-risalah beliau. Apabila kita berhasil memancarkan nur-Muhammad dalam kehidupan kita, maka seluruh alam akan melayani kita. Karena memang untuk itulah semua ini diciptakan.

Semoga kita mampu mempersempit “tikar iblis” itu dengan cara memerangi sikap malas kita, agar kita bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amiin.












BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan

    Perilaku tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, yang akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain. Perilaku tercela dapat digolongkan menjadi perilaku yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan perilaku yang bardampak buruk bagi orang lain. Perilaku tercela yang berdampak buruk bagi diri sendiri antara lain : riya, sum’ah, ujub, malas, dan lain-lain.
    Adapun perilaku tercela yang berdampak buruk bagi orang lain yaitu sifat iri, dengki, dendam, dan lain-lain sebagainya. Namun, di makalah ini penulis membatasi hanya membahas Perilaku-perilaku tersebut meliputi, ujub, dengki, dendam, dusta,dan  malas.
B.     Saran
     Setiap muslim/muslimah hendaknya meninggalkan perilaku tercela seperti yang sudah penulis jelaskan di halaman sebelumnya, karena perilaku tersebut merupakan larangan Allah SWT, dan meninggalkan larangan Allah sama artinya dengan Mentaati Allah dan Rasul, perilaku tersebut sangat bertentangan dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah kepada kita, dengan meninggalkan perilaku tersebut Isya Allah kita akan memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, itu semua disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik/saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Syamsuri, Haji, Pendidikan Agama Islam untuk SMA, Erlangga, Jakarta, 2004

3.       http://mta-online.com/v2/2010/01/21/dengki-akhlak-yang-berduri/



[1] http://layinamaula.blogspot.com/2009/02/everyday-snack.html

[2] - Brosur Ahad Pagi, 25 Agustus 2002 “Haram Dalam Islam (ke-62)” Tentang larangan berbuat dengki ( http://mta-online.com/v2/2010/01/21/dengki-akhlak-yang-berduri/)
[3]  Drs.H.Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA,(Jakarta: Erlangga,2004),hal.195-196
[4]  Drs.H.Syamsuri, Pendidikan,...,hal.192-193
[5]  Ibid, Drs.H.Syamsuri, Pendidikan,...hal.194-195

Tidak ada komentar:

Posting Komentar