Kamis, 22 September 2011

Tarekat-Tarekat dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Cikal bakal tasawuf dan tarekat, benih-benih dan dasar ajarannya tak dapat dipungkirisudah ada sejak dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa yang terjadi dalam hidup, dalam ibadah dan dalam pribadi Nabi Muhammad SAW. Cikal bakal itu semuanya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Cikal bakal inilah yang diteruskan pengamalannya oleh Ahlul Bait, Khulafaur-Rasyidin, para sahabat yang lain, para Ahlus Shufah , para Salafus Shaleh, zaman tabi’in, tabi’it tabi’in sampai dengan zaman muta-akhirin sekarang ini.
Para Sufi dan Syekh-syekh Mursyid dalam tarekat, merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus dilalui oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT.
Kenyataan dalam sejarah juga menunjukkan, bahwa peran serta aktif dari para sufi dan para tuan syekh, mursyid, adalah amat besar dalam dakwah islam dan dalam pembinaan umat, tidak hanya dalam bidang ibadah ubudiyah, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan perorangan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf dan tarekat itu menghambat kemajuan atau menyebabkan umat menjadi terbelakang adalah sangat keliru. Kenyataan juga membuktikan, sejak dahulu sampai sekarang, kemajuan pembangunan yang serba canggih buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tanpa dikendalikan oleh iman dan taqwa(IMTAQ), tidak hanya mengancam timbulnya kehancuran umat manusia. Dengan kata lain, kemajuan dalam bidang benda material tanpa diimbangi degan kemajuan pembinaan mental spiritual , akan menjurus kepada kehancuran menyeluruh.
2. Tarekat di Indonesia
Seperti diketahui dari sejarah, masuknya tasawuf dan tarekat ke Indonesia bersamaan dengan masuknya islam. Aliran lembaga tarekat yang masuk ke Indonesia bersamaan dengan memuncaknya gerakan tasawuf internasional, seperti Tarekat Khalwatiyah,Syattariyah, Syadziliyah, demikia juga tarekat-tarekat yang lain, yaitu Tarekat Qadiriyah, Rifa’iyah,Idrisiyah, dan yang paling besar dan menyeluruh tersebar di seluruh kepulauan Nusantara adalah tarekat Naqsabandiyah.














BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.[1][1]
Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Menurut Syekh Amin al-Kurdi tarekat ialah cara mengamalkan syariat dan menghayati inti syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa melalaikan pelaksanaan dan inti serta tujuan syariat.
2. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.[2]
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbimngan seoang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang terlah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.
3. Sejarah Timbulnya Tarekat
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat mempelajarinya.
Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran itulah yang kemidian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat yang lain.[3] Tarekat adalah organisai dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebbut ribat (disebut juga zawiyah, hangkah atau pekir).
Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll. Ia mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka dengan melibatkan praktik-praktik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustkaan tentang keshalehan. Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternatif terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan kelompok-kelompok pengikut diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan taswuf khusus (tarekat) sang guru. Mejelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam.[4]
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) danMesopotamia (Irak). Pada priode ini mulai timbul beberapa, diantaranya tarekat Yasafiah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasafi (w. 562 H/1169 M), tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khaliq al-Ghzudawani (w. 617 H/1220 M), tarekat Naksabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin an-Naksabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1389 M) di Turkistan, tarekat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M). Karena banyaknya cabang-cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sangat sulit untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu se cara sistematis dan konsepsional. Akan tetapi yang jelas sesuai dengan penjelasan Harun Nasution, cabang-cabang itu muncul sebagai akibat tersebarnya alumni suatu tarekat yang mendapat ijazah tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai perluasan dari ilmu yang diperolehnya. Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya dan membuka ribat baru didaerah lain. Dengan cara ini, dari satu ribat induk kemudian timbul ribatcabang tumbuh ribat ranting dan seterusnya, samapi tarekat itu berkembang keberbagai dunia islam.[5] Namun, ribat-ribat tersebut tetap mempunyai ikatan kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan syekhnya yang pertama.
Dalam seluruh tarekat terdapat kegiatan ritual sentral yang melibatkan pertemuan-pertemuan kelompok secara teratur untuk melakukan pembacaan do’a, syair dan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an.
4. Aliran-aliran Tarekat Dalam Islam
  1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atauquthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili [593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim. Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada tahun 1985.[6]
  1. Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
  1. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].[7]Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
  1. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekatSammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani [1718-1775].
  1. Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.[8]
  1. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat.
  1. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah danNaqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.[9]
  1. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafi’I As- Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan syathahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan syariat.
  1. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
  1. Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.
  1. Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat.[10]
  1. Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
  1. Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
Di samping tarekat-tarekat diatas, ada pula tarekat lokal yang didirikan di Indonesia diantaranya : [11]
  1. Tarekat Akmaliyah [Hakmiyah]
Didirikan oleh Kyai Nurhakim. Ia dikenal sebagai dukun dan tukang jimat.
  1. Tarekat Shiddiqiyah
Didirikan oleh Kyai Mukhtar Mukti di Losari Plodo [Jombang] pada tahun 1958. Ia dikenal sebagai dukun yang sakti sehingga banyak pengikutnya dari kalangan penderita penyakit kronis dan bekas pecandu minuman.
  1. Tarekat Wahidiyah
Didirikan oleh Kyai Majid Ma’ruf dari Kedunglo[Kediri] pada tahun 1963.
Tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya sesuai dengan doktrin Islam [Al-Qur’an dan AsSunnah] dikelompokkan ke dalam tarekat yang muktabarah. Sebaliknya, tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya bertentangan dengan doktrin Islam dikelompokkan ke dalam tarekat ghair muktabarah. Menurut Syekh Jalaluddin sebagaimana dikutip ole Aboe Bakar Atjeh, ada 41 jenis tarekat yang masuk ke dalam tarekat muktabarah, diantaranya Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Qubrawiyah, Suhrawardiyah, Khalwatiyah, Alawiyah, Syatariyah, Aidrusiyah, Sammaniyah, dan Sanusiyah. Di luar yang 41 macam tersebut dipandang sebagai tarekat ghair muktabarah yang tidak diakui kebenarannya seperti tarekat Akmaliyah, Siddiqiyah,dan Wahidiyah.
Walaupun bermacam-macam, ternyatatarekat-tarekat yang beragam itu memiliki kesamaan tertentu. Dalam kaitan ini, Nicholson mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja [zuhd] adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikut dididik dalam disipin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walupun beragam namanya dan metodenya ada cirri yang menyamakannya.
Dari sisem dan metode tersebut, Nicholson menyimpulkan bahwa tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu pendidikan moral dan solidaritas social. Sasaran akhir dari pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridai Allah, dengan jalan pengamalan syariat dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk mencapai makrifat. Apa yang dimaksud dengan makrifat dalam tema mereka adalah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam tauhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.



BAB III
KESIMPULAN
Tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Tarekat-tarekat dalam Islam :
  1. Tarekat Qadiriyah
  2. Tarekat Syadziliyah
  3. Tarekat Naqsabandiyah
  4. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
  5. Tarekat Khalwatiyah
  6. Tarekat Syatariyah
  7. Tarekat Rifa’iyah
  8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
  9. Tarekat Sammaniyah
  10. Tarekat Tijaniyah
  11. Tarekat Chistiyah
  12. Tarekat Mawlawiyah
  13. Tarekat Ni’matullahi
  14. Tarekat Sanusiyah
 by : Indra Angkasah (Indra Cakradonya) 

[1] Luis Makluf, al-Mujid fi al-Lughat wa al-A’lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986, hlm. 465
[2] Proyek Pembinaan Pergiruan Tinggi Agama Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, 1981/1982, hlm. 273
[3] Ibid
[4] Jhon O. Voll, “Tarekat-Tarekat Sufi ”., hlm. 215
[5] Harun Nasution, “Perkembangan Ilmu Tasawuf di Dunia Islam ” Dalam Orientasi Pengembangan Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Prasarana Dan Saran Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN di Jakarta Ditb. bagaDepag RI, 1986, hlm. 24
[6] Moh. Ardani, “ Tarekat Syadziliyah : Terkenal dengan Variasi Hizb-nya “, dalam Sri Mulyati (et.al ), Tarekat-Tarekat…., hlm.57.
[7] Trimingham, The Sufi Orders…, hlm. 58-64; Wiwi Siti Sajaroh, “Tarekat Naqsabandiyah: Menjalani Hubungan Harmonis dengan Kalangan Penguasa’, dalam John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford…, hlm.91.
[8] Sopa, “Tarekat di Indonesia:, makalah di Pascasarjana IAIN SAyarif Hidayatullah, Jakarta, 1996, hlm.10.
[9] Sopa, “Tarekat di Indonesia”, hlm.11.
[10] Mulyadi Kartanegara, “Tarekat Mawlawiyah : TYarekat Kelahiran Turki”, dalam ibid., hlm.321.
[11] Sopa, “Tarekat di Indonesia”, hlm. 12-13.



[1] Luis Makluf, al-Mujid fi al-Lughat wa al-A’lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986, hlm. 465
[2] Proyek Pembinaan Pergiruan Tinggi Agama Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, 1981/1982, hlm. 273
[3] Ibid

Hak dan Kewajiban dalam Pendidikan Agama Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya, dan memang sudah kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Menurut muhammad abduh, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dalam konteks ini, tugas pendidikan agama dalam perspektif islam adalah menciptakan sosok peserta didik yang berkepribadian (insan kamil).
Harus diakui, pendidikan agama islam yang dikembangkan selama ini masih bersifat verbalistis yang menekankan pada aspek nilai penanaman nilai ala kadarnya daripada penumbuhan daya kritis dan pengembangan intelektual anak. Maka ‘’per buatan salah’’ dianggap sebagai suatu ‘’dosa’’ yang diancam neraka bagi yang melakukannya. Pendidikan semacam ini disatu sisi memang dapat mendorong anak untuk menjadi orang yang santun, tunduk pada perintah, dan bertingkah laku mulia. Namun di sisi yang lain, penumbuhan daya kritis dan pengembangan kreatifitas berpikir anak akan menjadi terabaikan. Untuk itu, ada kiranya bagi orang tua untuk merubah sedikit sistem pendidikan yang selama ini dijalankan agar anak-anak memperoleh haknya dengan sempurna.




BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian hak dan kewajiban
1.      Pengertian hak
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantara akalnya, perlawananengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.[1]
Selain itu hak juga bisa diartikan sebagai milik, kepunyaan yang tidak hanya berupa benda saja, melainkan pula berupa tindakan, pikiran dan hasil pikiran ini.[2] Contoh dari hak adalah, jika dari seseorangmempunyai hak atas sebidang tanah maka ia berwenang, berkuasa untuk bertindak atau memamfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual, memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya.
Pengertian hak dalam Al-quran disebut dengan kata Al-haq yang mempunyai empat pengertian, yaitu:[3]
1.      Hak yang berarti untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandunng hikmah. Seperti adanya Allah disebut sebagai Al-haq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmahnya dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan hak yang demikian dapat kita jumpai pada ayat:


‘’kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. Dialah tuhan mereka yang hak’’(QS: Al-an’am :62)
2.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan Al-haq yakni mengandung hikmah kepada kehidupan. Penggunaan Al-haq seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat:


‘’Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq’’ (QS: yunus :5)
3.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya. Seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebabangkitan di hari akhirat.
4.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.

2.      Pengertian kewajiban
Oleh karena hak itu merupakan wewenang bukan berwujud kekuatan, maka perlu ada penegak hukum melindungi yang lemah yaitu orang yang tidak melakukan haknya manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaan haknya.
Dengan demikian masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan bahwa kewajiban disinipun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi berwajib yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan karena, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian, yang tidak memenuhi kewajibanya berarti telah memperkosa kemanusiaannya. Sebaliknya orang yang melaksanakan kewajibannya berarti telah melaksanakan sikap kemanusiaannya.
Didalam islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yangt apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah. Misalnya kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan dan lain-lain.

B.   Pengertian pendidikan agama islam
Pendidikan agama islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing), dan mengamalkan (being) agama islam melalui kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan agama islam di sekolah (bukan di madrasah) ialah murid memahami, terampil melaksanakan, dan melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karakteristik utama PAI adalah banyaknya muatan komponen being, disamping sedikit komponen knowing dan doing. Hal ini menuntut perlakuan pendidikan yang banyak berbeda dari bidang studi umum. Pembelajaran untuk mencapai being yang tinggi lebih mengarahklan pada usaha pendidiakan agar murid melaksanakan apa yang diketahui itu dalam kehidupan sehari-hari. Bagian paling penting PAI adalah mendidik murid agar beragama, memahami agama (knowing), dan terampil melaksanakan ajaran agama (doing) hanya mengambil porsi sedikit saja. Dua yang terakhir ini memang mudah. Berdasarkan pengertian itulah pendidikan agama islam memerlukan pendekatan-pendekatan akal dan qalbu. Selain itu juga diperlukan sarana yang memadai sehingga mendukung terwujudnya situasi pembelajaran yang sesuai dengan karakter pendidikan agama islam.
Sarana ibadah seperti mesjid, mushalla, mushaf Al-quran, tempat bersuci atau tempat wudhu merupakan salah satu contoh sarana pendidikan agama islam yang dapat dipergunakan secara langsung oleh siswa untuk belajar agama islam.
C.  Hak-hak pendidikan anak dalam islam
Hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tua supaya seorang anak mendapatkan pendidikan Islam yang benar banyak, di antaranya:
a.       Memilih calon ibu yang baik, hal ini mengamalkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Lihatlah agama calon istri supaya engkau tidak celaka” [Muttafaqun alaihi]
b.      Hendaknya kedua orang tua berdo’a dan merendahkan diri kepada Allah agar berkenan memberi rezki anak yang shalih kepada keduanya.


“Artinya : Dan orang-orang yang berkata : “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertakwa” [Al-Furqon : 74]

Berapa banyak seorang ayah sengat menginginkan agar anaknya menjadi baik, ia sediakan hal-hal yang menunjang untuk kebahagiaan dan pendidikan anaknya, akan tetapi usahanya berakhir dengan kegagalan.
Dan berapa banyak seorang ayah memiliki anak-anak yang shalih, sedangkan ia sendiri bukan orang yang shalih.
c.       Memberi nama yang baik salah satu hak anak yang wajib ditunaikan seorang ayah adalah memberi nama yang baik serta sesuai dengan syariat agama. Dan syariat agama Islam menganjurkan seorang muslim untuk memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama tertentu, dan nama yang paling dicintai oleh Allah adalah : Abdullah, Abdurrahman. Dan nama yang paling benar adalah : Hammam dan Harits.
d.      Salah satu hak anak yang wajib ditunaikan orang tua adalah hendaknya anak melihat dari orang tuanya dan dari masyarakatnya akhlak yang bersih, jauh dari hal yang merubah fitrah dan menghiasi kebatilan, baik akhlak yang dibenci itu berupa kekafiran atau bid’ah atau perbuatan dosa besar. Karena sesungguhnya perbuatan yang menyelisihi fitrah itu memberi pengaruh terhadap kejiwaan seorang anak dan merubah fitrah yang telah dianugrahkan kepadanya
e.        Diantara hak-hak seorang anak yang wajib ditunaikan orang tuanya hendaknya seorang anak tumbuh bersih, suci, ikhlas dan menepati janji. Dan hendaknya dia dijauhkan dari orang-orang yang melakukan perbuatan syirik dan kesesatan, dan perbuatan bid’ah serta maksiat-maksiat, serta perbuatan-perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu. Karena orang yang demikian itu terhadap seorang anak yang bersih dan suci hatinya serta baik jiwanya adalah ibarat teman duduk yang membawa racun yang mematikan dan penyakit kronis, dan itu semua merupakan penghancur keimanan dan perangainya yang baik.
f.        Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memerintahkannya untuk shalat di saat berumur 7 tahun, dan memukulnya lantarannya tidak mengerjakan shalat di saat berumur 10 tahun, serta memisahkan tempat tidur anak-anak mereka.
g.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua adalah hendaknya mereka mengajari anak-anaknya untuk berenang, memanah dan menunggang kuda.
h.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka membiasakannya berlaku jujur, menepati janji dan berakhlak mulia.
i.        Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengajarinya petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam makan dengan tangan kanan disertai dengan membaca basmalah dan makan makanan yang paling dekat.“Artinya : Wahai anak muda, ucapkanlah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang terdekat darimu” [Muttafaqun Alaih]

j.        Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mecegahnya dari menonton televisi khususnya acara-acara yang haram misalnya tarian dan campur baur antara laki-laki dan perempuan. Dan melarangnya untuk melihat drama-drama berseri, yang berisikan pembunuhan dan kejahatan yang mengajarkan pembunuhan, pencurian dan pengkhianatan.
k.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka bersikap adil dalam mendidik anak untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, janganlah orang tua melampaui batas dan jangan pula terlalu lemah, janganlah berlebih-lebihan dalam memukul anak dan jangan pula membiarkannya tanpa teguran.
l.        Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengajarkan kepada anak untuk membenci orang-orang yang melakukan perbuatan bodoh, seperti seorang yang sudah mashur di masyarakat bahwa ia adalah orang yang suka berkhianat dan melakukan perbuatan nifak dan pemain-pemain sandiwara yang dinamakan oleh orang-orang dengan bintang seni disertai dengan usaha mengisi hati anak untuk cinta kepada para sahabat nabi, tabi’in, ulama dan mujahidin.
m.    Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mendidik anak untuk memakan makanan yang halal dan makan dari hasil jerih payah sendiri secara bertahap.
n.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka menolong anak untuk taat kepada Allah dan RasulNya, contohnya kalau seorang anak memilih perkara-perkara yang tidak menyelisihi syariat agama maka janganlah kedua orang tua melarannya.
o.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memilihkan dengan baik calon isteri yang shalihah yang membantunya untuk taat kepada Allah dan RasulNya.
p.      Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengarahkan anak sebelum ia menikah untuk memperoleh ilmu agama dari para ulama yang mengamalkan imunya, dan menanamkan rasa cinta untuk menghafal Al-Qur’an dan juga seluruh ilmu-ilmu syariat agama ini seperti fikih, hadits, ilmu bahasa, contohnya nahwu, shorf dan balaghah. Serta ilmu ushul fikiih, dan menanamkan rasa cinta kepada aqidah Salafush Shalih.
q.       Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memberi semangat anak untuk belajar secara khusus ilmu dunia yang ia minati untuk melayani masyarakat sesudah memperoleh ilmu agama yang wajib ia pelajari.
Sesungguhnya hak-hak pendidikan terhadap anak dalam agama Islam tidak ada perbedaan diantara satu negeri dengan negeri yang lainnya atau masa yang satu dengan masa yang lainnya. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan masalah nama dan washilahnya (prasarananya) saja. Dan pokok-pokok yang disebutkan tadi cocok untuk manusia pada setiap zaman, tempat dan sesuai untuk seluruh manusia dipenjuru negeri.

D.   Tujuan pendidikan dalam islam
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar san terperinci dalam bidang ini.
Adapun beberapa kewajiban siswa yang harus diperhatikan saat dia mulai menuntut ilmu disajikan sebagai berikut.
a.       Sebelum mulai belajar, siswa harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, sebab belajar dan mengajar merupakan ibadah. Ibadah tidak sah kecuali dengan hati yang bersih, berhias dengan akhlak yang baik, ikhlas, bertaqwa, rendah hati, dan menjauhi sifat-sifat buruk.
b.      Belajar dimaksudkan untuk mengisi jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan dengan maksud menyombongkan diri, berbangga, dll.
c.       Bersedia untuk mencari ilmu dan meninggalkan keluarga, tempat kelahiran, dan bepergian ke tempat yang jauh sekalipun untuk mendatangi guru.
d.      Tidak terlalu sering menukar guru.
e.       Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya dan berdaya upaya untuk menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f.       Tidak merepotkan guru dengan terlalu banyak pertanyaan, jangan meletihkan dia untuk menjawab, tidak berjalan di hadapannya, dan tidak mulai bicara kecuali dengan izinnya.
g.      Tidak membuka rahasia kepada guru, tidak menipunya, dan sebaliknya tidak pula guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf guru jika ia bersalah.
h.      Bersungguh-sungguh dan tekun belajar untuk memperoleh pengetahuan.
i.        Terjalin jiwa saling mencintai dan menyayangi antara guru dan murid.
BAB III
KESIMPULAN

Pengertian hak dalam Al-quran disebut dengan kata Al-haq yang mempunyai empat pengertian:
1.      Hak yang berarti untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandunng hikmah.
2.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan mengandung hikmah.
3.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya.
4.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.
Didalam islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yangt apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Di dalam pendidikan islam juga terdapat hak dan kewajiban, seperti hak seorang anak untuk mendapatkan pendidikan dari orang tuanya dan lain sebagainya.


****************
by : Indra Angkasah (Indra Cakradonya)


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Charris Zubair, Kuliyah Akhlak. Rajawali Pers, Jakarta; 1990
Poejawidjadna, Etika, Filsafat, Tingkah Laku. Bina Aksara, Jakarta; 1982
Nata Abudin, Akhlak Tasawuf. Raja Grafindo Persada, Jakarta;  1996
Langgulung Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam. Pustaka A-Husna Baru, Jakarta; 2003
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Kencana, Jakarta; 2007

















[1] Ahmad Charris Zubair, Kuliyah Akhlak (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), Hal.59.
[2] Poejawidjadna, etika, filsafat, tingkah laku (jakarta: bina aksara, 1982), hal. 60
[3] Nata abudin, akhlak tasawuf (jakarta: raja grafindo persada, 1996), hal.138.