Selasa, 04 Januari 2011

MERANCANG EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN

Proses evaluasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kelanjutan proses pembelajaran. Setiap evaluasi terus disesuaikan dengan silabus pembelajaran. Mempertimbangkan hal ini, maka evaluasi harus benar-benar dirancang dengan baik dengan melibatkan seluruh elemen kependidikan. Penilaian yang dilakukan di dalam evaluasi mempunyai fungsi yang cukup beragam, tidak hanya sebagai formalitas penaikan kelas atau perangkingan, namun mencakup seluruh fungsinya yang umum.
            Evaluasi merupakan feedback antara guru dan murid, dimana pembelajaran yang disesuaikan diukur dengan melakukan evaluasi. Dalam  Pendidikan Agama Islam (PAI) evaluasi dilaksanakan secara konfrehensif, yaitu mengorganisasi setiap bahan pelajaran sesuai dengan bidang studi yang ada dalam ruang lingkup pendidikan Islam. Disamping itu hal yang cukup penting yang harus dilakukan oleh guru di dalam merancang evaluasi adalah keobjetivitas penilaian terhadap evaluasi yang dilakukan. Ini merupakan komponen penting agar tercapainya suatu penilaian yang sempurna terhadap suatu bidang studi.
            Pelaksanaan evaluasi selayaknya dilakukan dengan cermat, dengan perencanaan yang matang, memenuhi semua aspek-aspek yang menjadi prosedur dari evaluasi itu sendiri. Pengetahuan guru tentang prosedur ini ditambah dengan pengetahuan tentang fungsi dari keseluruhan proses evaluasi, ketelitian, analisis merupakan faktor akan kesempurnaan evaluasi di dalam pendidikan





BAB  II
PEMBAHASAN
MERANCANG EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA
A.     Pengertian, Tujuan, dan Prinsip Evaluasi Pendidikan
1.      Pengertian Evaluasi Pendidikan
Di dalam mendefinisikan arti dari evaluasi, banyak tokoh-tokoh kependidikan yang mencurahkan kemampuannya untuk mengartikan istilah evaluasi. Salah satunya adalah Bloom, Dia berpendapat bahwa evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalan pribadi siswa.
Apakah yang diutarakan oleh Bloom tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh ahli-ahli lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah tindakan memberi nilai, kesimpulan ini tentu masih sangat umum dandapat dirincikan lagi sesuai interpretasi masing-masing.
Evaluasi merupakan salah-satu komponen sistem pembelajaran pada khususnya, dan sistem pendidikan pada umumnya, artinya evaluasi merupakan satu kegiatan yang tidak mungkin dielakkan dalam setiap proses pembelajaran.[1] Dalam konteks yang lebih modern evaluasi mengandung makna yang lebih luas, tidak terbatas pada penilaian hasil belajar saja,  keseluruhan pribadi murid menjadi sasaran utama dalam penilaian.
2.      Tujuan Evaluasi Pendidikan
Seperti yang diuraikan di atas, evaluasi merupakan komponen penting di dalam pendidikan, maka tujuannya menjadi sangat lumrah untuk diketahui. Secara umum evaluasi mempunyai tujuan sebagai berikut ;
a.         Mengumpulkan data yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.         Memungkinkan para pendidik dalam menilai aktivitas atau pengalaman mengajar yang telah dilaksanakan.
c.         Mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Sementara yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi adalah
a.       Merangsang kegiatan siswa dalam menempuh program pendidikan. Dengan demikian akan timbul kegairahan atau rangsangan dari dalam diri siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi belajar.
b.      Mencari dan menentukan faktor-faktor penyebab keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti program pendidikan pada umumnya dan pembelajaran pada khususnya.
c.       Memberikan bimbingan dan arahan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
d.      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan oleh orang tua siswa dan lembaga pendidikan.
e.       Memperbaiki mutu proses pembelajaran, seperti metode belajar yang digunakan.
Dari dua tujuan di atas tujuan umum dan tujuan khusus, maka dapat digarisbesarkan bahwa evaluasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian pembelajaran dan diupayakan tindak lanjutnya. Di dalam ilmu pendidikan, tindak lanjut tersebut adalah fungsi evaluasi, yang akan dijabarkan dalam sub pokok pembahasan di bawah.
3.      Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi dilakukan dalam pengadaan tes yang erat kaitannya dengan macam-macam evaluasi. Jadi, fungsi evaluasi adalah :
a.       Sebagai Penempatan Posisi
Dalam pengolahan fungsi ini dilakukan tes penempatan(placement test) agar diketahui tingkat kesiapan siswa untuk mengikuti suatu pembelajaran, sehingga siswa diposisikan tepat berdasarkan minat, bakat, kesanggupan dan lain-lain.
b.      Sebagai pemantau kemajuan belajar
Dalam pengolahan fungsi ini dilakukan tes formatif(formative test) untuk memantau dan memonitor kemajuan belajar siswa guna memberikan umpan balik(feedback), baik kepada siswa maupun guru, sehingga dapat diketahui hal-hal yang harus dipelajari kembali terhadap materi yang sudah pernah diajarkan.
c.     Sebagai penganalisa kesulitan belajar
Dalam penganalisaan kesulitan belajar, dilakukan test diagnostik(diagnostik test) untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dalam belajar. Pendidik terlibat dalam hal ini untuk mengatasi kesulitan tersebut.
d.          Sebagai patokan keberhasilan dalam jangka waktu tertentu
Tes yang dilakukan ialah tes sumatif(sumative test) yang diberikan diakhir suatu jenjang pendidikan atau tahun ajaran, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program berhasil dalam suatu dekade.
4.      Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran PAI
Paling tidak ada tujuh prinsip yang mesti diperhatikan oleh pendidik sebagai faktor pendukung/ penunjang dalam melaksanakan evaluasi yaitu :
1.        Prinsip berkesinambungan ( Continuity)
Prinsip ini mempunyai maksud bahwa evaluasi tidak hanya dilakukan secara insedentil belaka(umpama hanya tiap caturwulan sekali) karena pendidikan itu merupakan proses yang kontinu, maka penilaian pun dilakukan dengan kontinu. Hasil penilaian yang diperoleh di suatu waktu senantiasa dihubungkan dengan waktu yang lalu, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan anak.[2]
2.         Prinsip menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini menekankan pelaksanaan evaluasi dengan baik secara utuh dan menyeluruh keseluruhan aspek tingkah laku siswa, aspek berpikir, aspek nilai dan sikap, dan aspek ketrampilan yang ada pada siswa.
3.      Prinsip Objektivitas
Tiap penilaian harus dilakukan seobjektif mungkin, dalam hal ini si penilai/ guru harus menjauhkan sikap atau perasaan benci, kesal, kasih sayang, kasihan, hubungan keluarga, dan lain-lain. Hal ini tidak boleh dipengaruhi dalam penilaian.
4.        Prinsip Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa alat evaluasi yang dipergunakan benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur. Yang diukur adalah partisipaso siswa dalam pembelajaran, kehadiran, konsentrasi saat belajar, kecepatan dalam menjawab dan lain-lain.
Reliabilitas adalah ketetapan yaitu hasil dari suatu evaluasi yang dilakukan memunjukkan suatu ketetaapan ketika diberikan kepada para siswa yang sama dalam waktu yang berlainan.[3]
5.        Prinsip Kegunaan
Evaluasi yang dilakukan hendaknya bermanfaat bagi para siswa maupun bagi guru. Kemanfaatan ini diukur dari aspek waktu, biaya, fasilitas, dan lain-lain.
6.        Prinsip Praktikabilitas
Suatu evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila evaluasi tersebut bersifat prkatis (mudah dilaksanakan) dan mudah peadministrasiannya (mudah pemeriksaan) dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.[4]
7.      Prinsip Koperatif
            Hendaknya penilaian dilakukan bersama-sama oleh semua guru yang bersangkutan.  Terlebih pada sekolah lanjutan, karena anak didik diasuh oleh banyak guru. Hasil evaluasi banyak guru  perlu didata, bahkan juga evaluasi para orang tua murid juga perlu dipertimbangkan. Jadi, bukan hanya wali kelas saja.

B.     Mengukur Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Mengukur
Menurut Lord dan Novick(1968) mengukur adalah suatu prosedur untuk memberikan angka(biasanya disebut skor) kepada suatu sifat atau karakteristik tertentu seseorang sedemikian sehingga mempertahankan hubungan senyatanya antara seseorang dengan orang lain sehubungan dengan sifat yang diukur itu.
      Untuk mengukur seseorang diperlukan hal-hal sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi orang yang hendak diukur.
b.      Mengindentifikasi karakteristik (sifat-sifat khas) orang yang hendak diukur itu.
c.       Menetapkan prosedur yang hendak dipakai untuk dapat memberikan angka-angka pada karakteristik tersebut. [5]
Aspek terpenting dari uraian di atas adalah dalam pengukuran memberi skor atau angka-angka dengan tetap mempertahankan apa yang terjadi dalam realita. Sebagai contoh, Ismail lebih pandai dari Abdullah dalam mata pelajaran Fiqih, maka skor Fiqih yang dihasilkan pun harus menunjukkan bahwa Ismail lebih pandai dari Abdullah. Skor Fiqih Ismail harus lebih tinggi dari skor Fiqih Abdullah dan tidak sebaliknya.
2.      Mengukur Ranah Kognitif.
Kognitif merupakan ranah yang paling penting, yang menjadi tujuan pembelajaran di sekolah-sekolah. Menurut Bloom, aspek kognitif dibedakan atas enam  jenjang yang disusun secara herarki seperti di bawah ini ;
1.    Pengetahuan
2.    Pemahaman
3.    Penerapan
4.    Analisis
5.    Sintetis
6.    Penilaian
Ke enam aspek ini bersifat kontinu, satu aspek meliputi semua aspek yang lain dan overiap ( saling tumpang tindih) sesamanya. Berikut akan diuraikan satu persatu aspek-aspek tersebut :
1.         Pengetahuan
Pengetahuan adalah aspek yang paling penting dalam aspek ini, bentuk soal yang sesuai adalah benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat, dan pilihan ganda, pengetahuan atau kemampuan terminologi, fakta-fakta dan lain-lain.
2.         Pemahaman
Pemahaman ditekankan pada pelaksanaan proses belajar-mengajar. Siswa ditekankan untuk memahami apa yang diajarkan. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur pemahaman adalah uraian dan pilihan ganda. Kemampuan ini dapat dijabar di dalam penerjemahan, menginterpretasi dan mengekstra polasi.
3.         Penerapan
Kemampuan ini diukur dengan menggunakan pendekatan problem serving( pemecahan masalah). Siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
4.         Analisis
Dalam aspek ini siswa dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan atau keadaan tertentu ke dalam komponen-komponen pembentuknya. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
5.         Sintetis
Siswa dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru, hasil dari penggabungan dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme kerja.
6.         Penilaian
Siswa dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.

3.      Mengukur Ranah Afektif
Ada lima jenjang yang meliputi ranah afektif, antara lain :
a.       Menerima ( receiving)
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan siswa atau kemajuannya dalam berbagai kegiatan kelas. Ditinjau dari segi pengajaran jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan dan mempertahankan serta mengarahkan perhatian siswa.
b.      Menjawab (responding)
Siswa yang hadir di dalam ruangan dituntut untuk reaktif terhadap penyampaian pendidik.
c.       Menilai (valving)
Siswa dihadapkan pada suatu objek, fenomena atau tingkah laku, misal seorang siswa ingin tampil aktif dalam kelompok belajarnya sehingga fungsi kelompok masih efektif.
d.      Organisasi (organization)
Jenjang ini berhubungan dengan pemecahan masalah dengan berbagai cara seperti dengan menyiapkan, mengatur, membanding, dan menjelaskan, dan lain-lain.
e.       Karakteristik ( Characterization)
Pada jenjang ini siswa harus mengontrol tingkah laku, karena tingkah laku menjadi khas atau karakter siswa itu.

4.      Mengukur Ranah Psikomotor
Pada ranah ini yang menjadi jenis prilaku adalah ketrampilan bergerak atau bertindak serta kecakapan ekspresi verbal dan non verbal, dengan indikator mengordinasikan gerak mata, kaki tangan dan anggota tubuh lainnya, mengucapkan sesuatu, membuat mimik atau gerakan jasmani.
Cara mengevaluasi ranah ini adalah dengan melakukan tes lisan, tes tindakan, dan observasi.[6]
      Dalam mengevaluasi kegiatan belajar siswa, pendidik dituntut untuk memperhatikan ranah-ranah di atas tadi. Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar. Penilaian hasil pembelajaran yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor harus benar-benar dijiwai oleh guru, terlebih guru agama, guna menjadi pertimbangan bagi guru dalan menilai hasil belajar siswa.

C.     Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi

Setelah ada tujuan dari pengajaran, guru yang bertindak sebagai evaluator segera harus berpikir tentang langkag agar tujuan  yang diharapkan terlaksana, tentu disini yang terpikir adalah cara evaluasi atau cara mengetes. Di dalam berbagai buku diuraikan berbagai macam langkah-langkah evaluasi, dalam makalah ini akan dirincikan beberapa langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :
1.         Langkah Perencanaan
Di dalam taraf perencanaan, evaluator perlu merencanakan segenap langkah pendahuluan yang dapat melancarkan proses evaluasi itu sendiri, misalnya, penyusunan skedul untuk waktu-waktu pengumpulan data, mempersiapkan alat yang akan dipergunakan untuk mengumpulkan data, mengumpulkan data menurut ketentuan jenisnya, menentukan jenis pengolahan data dan lain-lainnya.
Segenap langkah tadi perlu adanya, karena titik tolak kesuksesan evaluasi tergantung pada kematangan perencanaan. Apabila segenap langkah tersebut disusun sempurna, maka akan meminimalkan kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaan langkah berikutnya.

2.         Langkah Pengumpulan Data
Pada dasarnya banyak hal yang perlu dikumpulkan dalam pengumpulan data, seperti mempertimbangkan tujuan pengajaran, memperhatikan aspek tingkah laku siswa, selanjutnya buku-buku pelajaran(teksbook)yang pernah digunakan dengan tidak menafikan buku lain yang relevan, dan tidak kalah penting adalah pengetahuan mengenai alat-alat yang hendak dipergunakan, yang terakhir adalah metodologi dari pengumpulan data yang menurut pemakalah hal ini akan ditempuh oleh masing-masing individu evaluator.
3.         Langkah Penelitian Data
Segenap data yang telah terkumpul di dalam langkah pengumpulan data diolah lebih lanjut yang proses penyaringan data, atau disebut penelitian data. Dalam langkah ini evaluator memisahkan data yang baik dengan data yang kurang baik. Tuntutan penting disini adalah evaluator diharapkan bekerja sama dengan pihak lain atau tidak bekerja sendiri di dalam penelitian data, serta evaluator dapat membatasi diri artinya guru sudah harus memperkirakan datanya agar mencegah hal-hal yang jauh dari target semula.
4.         Langkah Pengolahan Data
Mengolah hasil dilakukan dengan maksud memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun sebelumnya. Untuk keperluan itu, maka disusun atau diatur hasil evaluasi sedemikian rupa.[7]caranya dengan berbagai macam statistik maupun nonstatistik.
Dengan uraian yang telah disajikan, jelas bahwa fungsi pengelolaan data dalam proses evaluasi merupakan sebuah keharusan untuk kelengkapan evaluasi tersebut.
5.         Langkah penafsiran Data dan Menarik Kesimpulan
Penafsiran data dalam proses evaluasi merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami beberapa langkah di atas, sehingga dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan tersebut mengacu pada tujuan dilakukannya evaluasi.

6.             Laporan Hasil Penelitian
Pada akhir jenjang sebuah proses belajar seperti semester, akhir tahun ajaran, maka diperlukan suatu laporan kemajuan anak didik, yang mana ini merupakan laporan kemajuan sekolah, agar anggota masyarakat mengetahui secara objektif tingkat kemajuan peserta didik. Lembaga sekolah harus membuka diri untuk memberi  informasi secara berkala.

D.    Program Evaluasi

1.      Pengertian Program Evaluasi
Program evaluasi adalah suatu program yang berisi ketentuan dan cara-cara tentang penyelenggaraan atau pelaksanaan evaluasi pendidikan di suatu lembaga pendidikan dan merupakan pegangan atau pedoman bagi pendidik yang mengajar di lembaga tersebut.
Dalam penyusunan program evaluasi, ada beberapa hal yang penting dan perlu diperhatikan, diantaranya :
a.    Pihak sekolah harus benar-benar menyadari akan kelemahan-kelemahan yang ada dalam evaluasi yang dilakukan selama ini. Dengan demikian akan berusaha memperbaikinya ke depan.
b.    Penyusunan evaluasi dilakukan secara bersama-sama baik Kepala Sekolah dan Guru, agar program evaluasi yang direncanakan dapat berjalan sebagaimana diharapkan.
c.    Kepala sekolah sebagai orang yang mempunyai peran penting hendaknya mengusahakan upgrading ( penataran kepada guru tentang evaluasi, mengusahakn sarana dan prasarananya sehubungan dengan evaluasi, dan menyediakan kesempatan kepada guru untuk mengadakan diskusi tentang evaluasi secara berkesinambungan.
d.    Jika sekolah ada guru BP ( Bimbingan Konseling) dalam penyusunan evaluasi hendaknya evaluasi benar-benar tercapai.
2.   Ciri-ciri Program Evaluasi yang baik
a.       Desain atau rancangan program evaluasi itu yang konfrehensif
Dikatakan konfrehensif apabila mencakup nilai-nilai dan tujuan pokok sekolah, Yang menjadi tuntunan benar dalam hal ini adalah guru sebagai evalator harus mampu membimbing pertumbuhan  dan perkembangan anak didik tidak hanya dalam hal pengetahuan akademis semata, akan tetapi juga apresiasi, sikap, minat, penyesuaian sosial dab emosional.
b.      Perubahan tingkah laku individu harus mendasari penilaian pertumbuhan dan perkembangan
            Mengingat bahwa tingkah laku total dari seseorang siswa dalam tingkat tertentu dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya, maka seorang guru harus menyadari betul aspek yang bermacam dari tingkah laku anak didik.
c.       Evaluasi harus disusun dan dikelompokkab sedemikian rupa sehingga memudahkan interpretasi yang berarti
            Hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh darai program evaluasi harus disimpulkan ke dalam pola yang jelas, sehingga data dari evaluasi memberi gambaran yang jelas terhadap anak didik, dan memberikan kemudahan dalam memahami data tersebut serta dapat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan demikian guu dapat mengetahui arah perkembangan anak didik.
d.      Program evaluasi haruslah berkesinambungan dan saling berkaitan dengan kurikulum
Sustu program evaluasi haruslah erat kaitannya dengan kurikulum sekolah karena ia merupakan bagian yang intergral dengan pembimbingan pengalaman belajar siswa. Instrumen-instrumen evaluasi merupakan dasar untuk menilai ketercapaian tujuan dari kurikulum, tercapainya tujuan kurikulum tercermin dari evaluasi.







BAB  III
PENUTUP/KESIMPULAN

                 Salah satu tujuan pendidikan adalah mencetak generasi yang cerdas, karena itu rancangan evalusi yang matang dan komplit diperlukan demi tercapainya tujuan pendidikan. Evaluasi haruslah membantu pengajaran dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Mengutip ungkapan Lehman dan Mehrens “to teach without testing is unthinkable”, desain evaluasi yang konprehensif akan mewujudkan suatu tujuan yang tidak hanya menilai ketrampilan, pengetahuan, namun juga apresiasi, sikap, minat, dan hal-hal lain.
                 Sang evaluator/guru harus benar-benar objektif dalam pemberian nilai terhadap suatu evaluasi, kesan subjektif harsu dihindari jauh-jauh agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian dan pengukuran evaluasi. Evaluasi hendaknya mengukur secara jelas hasil belajar. Dalam evaluasi guru benar-benar dituntut berpengetahuan optimal terhadap teknik-teknik evaluasi serta mengetahui benar objek-objek evaluasi.
                 Akhirnya, pemakalah dapat berkesimpulan bahwa evaluasi sebagai penentuan terhadap sejauh manapencapaian pembelajaran harus benar-benar menjadi instruktur penting dalam komponen pendidikan, karena kemajuan barometernya adalah evaluasi yang benar. Skala evaluasi yang akan menentukan arah perubahan. Program-program evaluasi harus dijalankan dengan tepat untuk mencapai tujuan di atas.









Daftar pustaka

Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, Misaka galiza,Jakarta, 1995.
Purwanto, Ngalim, Administrasi Pendidikan, Mutiara Sumber Widya,Jakarta, 1996

Darajat, zakiah, Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Bumi aksara, Jakarta,2004
Daryanto, evaluasi pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta,2007
Suharsimi Arikunto, dasar-dasar evaluasi pendidikan, bumi aksara,2009
Tohirin, Psiikologi pembelajaran PAI, raja grafindo persada, jakarta 2008
Anas sudijono, pengantar evaluasi pendidikan, raja grafindo persada, jakarta,2009
Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, remaja rosda karya, bandung 2009


[1]  Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI,(Jakarta; Misaka galiza,1995), hal. 147.
[2] Ngalim Purwanto,Administrasi Pendidikan(Jakarta;Mutiara Sumber Widya,1996),hal.146.
[3]  Op,cit, Mukhtar, Desain..............hal.156.
[4] Ibid,hal.157
[5]  Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta; Rineka Cipta, 2007), hal.101.
[6]  Tohirin, Psikologi Pembelajaran PAI,(Jakarta;Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 158
[7]  Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2009), hal.61

Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Sejarah munculnya pers dalam Masyarakat Demokratis Indonesia

Demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa pada umumnya memberikan pengertian bahwa adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokokyang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, oleh karena kebijakan tersebut menentukan kehidupannya. Dengan kata lain dalam suatu negara demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan masyarakat untuk berpartisipasiyang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Agar masyarakat dapat berperan serta dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka perlu adanya sarana atau media yang akan digunakan dalam partisipasi tersebut. Salah satu sarana yang dapat digunakan masyarakat dalam partisipasi politik adalah pers.
Dalam proses demokratisasi faktor komunikasi dan media massa mempunyai fungsi penyebaran informasi dan kontrol sosial. Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana.  Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.
                Lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menggantikan Undang undang No. 21 tahun 1982 merupakan karya monumental yang memberikan jaminan kebebasan bagi pers. Lahirnya undang-undang pers Nomor 40/1999 menjadi payung hukum bagi praktik pers bebas yang lahir sejak runtuhnya rezim Soeharto. Sejak saat itu pers Indonesia menemukan kemerdekaannya, pers berani menampilkan pola pemberitaan yang tidak kita temukan sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia

A. Kebebasan Pers Indonesia

Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat,baik secara tulisan maupun lisan melalui media pers seperti harian,majalah dan bulletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan,ketertiban dan keamanan dalam masyarakat bukan untuk merusaknya.  Selanjutnya komisi kemerdekaan pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat modern terhadap pers yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers yaitu :
1.      Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur,mendalam dan cerdas.
2.      Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik,yang berarti pers diminta untuk menjadi wadah dikalangan masyarakat.
3.      Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative dari kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4.      Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat.
5.      Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari,ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.

Adapun landasan hukum kebebasan pers di Indonesia termaksud dalam :
  • Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.
  • Undang-undang No. 40 Tahun 1998 tentang pers.
  • Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Setelah rezim Orde Baru 1998 jatuh, kehidupan pers di Indonesia memasuki era kebebasan yang nyaris tanpa restriksi (pembatasan). Bila di era Orba terjadi banyak restriksi, di era reformasi ini pers menjadi bebas tanpa lagi ada batasan-batasan dari kebijakan pemerintah.
            Konstelasi tersebut, tentu sangat dibutuhkan pers dan dalam upaya perwujudan masyarakat demokratis serta perlindungan HAM. Bukankah kebebasan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi (inti dari kebebasan pers) diakui dalam konstitusi kita (pasal 28 yunto pasal 28F UUD 45 amandemen keempat) serta pasal 19 Deklarasi Universal HAM? Karena itu, pers yang bebas sangat penting dan fundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa diakui, bahwa pers yang bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, sebagaimana yang dikatakan novelis Prancis, Albert Camus, yang ada hanya celaka.
Kemudian, dimanakah keburukan pers bebas? Pers bebas menjadi buruk. Menurut Jacob Oetama, bila kebebasan pers yang dimiliki pengelola pers itu tidak disertai peningkatan kemampuan profesional, termasuk di dalamnya professional ethics (Jacob Oetama, 2001).
Apakah kemampuan profesional pengelola pers sekarang sudah meningkat? Persoalan tersebut mungkin bisa diperdebatkan. Namun, apakah etika profesional pengelola pers tersebut sudah meningkat? Rasanya, pertanyaan itu mudah dijawab, yakni secara umum malah merosot. Kalangan tokoh pers sendiri mengakui hal tersebut.
     Lukas Luwarso, mantan Direktur Eksekutif Dewan Pers menjelaskan, bahwa kebebasan pers yang sangat longgar saat ini tidak hanya menumbuhkan ratusan penerbit baru. Akan tetapi, juga menimbulkan kebebasan pers yang anarkis. Kebebasan pers telah menghadirkan secara telanjang segala keruwetan dan kekacauan. Publik bisa menjadi leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah figur publik. Serta, hampir tidak ada lagi rahasia atau privasi. Tabloid-tabloid yang sangat sarat berita dan foto pornografi sangat marak. Judul-judulnya pun sensasional, menakutkan dan bahkan menggemparkan (scare headline).
    Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara formal hanya bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan penegakkan etika profesi oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga kehormatan profesinya (Lengkapnya baca : “Pasal Pornografi Dalam Pers”). Guna memaksa, cara kedua ini mungkin lemah dan kekuatannya hanya merupakan moral prefosi. Sejarah membuktikan, mengharapkan Dewan Pers berdaya menegakkan etika profesi wartawan adalah sesuatu yang otopis. Sedangkan cara pertama, penegakkan hukum di pengadilan itu lebih efektif karena bersifat memaksa dan ada institusi negara untuk memaksakannya.
Dalam konteks tersebut, tindakan polisi sebagai ujung tombak sistem peradilan pidana menjadi tumpuan. Kalau polisi pasif saja dan menunggu laporan, apalagi kalau malah ikut menikmati, tentu pers porno akan kondusif berkembang. Selama penegak hukum kita gampang “dikompromi,” maka tidak terlalu salah pendapat yang mengatakan, polisi kita sudah tak berdaya alias loyo didalam memberantas pornografi.[1]

B. Pers, Masyarakat dan Pemerintah

Hal terpenting yang harus diperhatikan berkaitan antara pers,masyarakat dan pemerintah adalah sebagai berikut :
  1. Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
  2. Negara-negara demokrasi liberal barat mendasarkan kehidupan dan dinamikanya pada individu dan kompetisi secara antagonis,sedangkan Negara-negara komunis berdasarkan pada pertentangan kelas yang bersifat dialektis materiil.Adapun Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan baik antara individu dan masyarakat maupun antara berbagai kelompok sosialnya.
  3. Antara pemerintah,pers dan masyarakat harus dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa,sehingga semakin menunjang tujuan bersama yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.
  4. Hubungan antara masyarakat pers dan masyarakat sesungguhnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai pancasila,sehingga mampu membangkitkan semangat patriotisme pengorbanan tanpa pamrih dan dedikasi total terhadap kepentingan rakyat banyak. Baik untuk menjamin tercapainya sasaran maupun karena sesuai dengan asas demokrasi pancasila maka dalam hubungan fungsional antara pemerintah,pers dan masyarakat perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya system kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka. Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi,reformasi dan revolusi.Jika kita menempatkan pembangunan nasional Indonesia kedalam salah satu dari ketiga kategori itu,maka yang paling tepat ialah pola reformasi.  Seluruh bidang kehidupan masyarakat yang hendaknya dibangun,tetapi pelaksanaanya bertahap dan selektif.
  5. Adanya kekurangan merupakan gejala umum yang harus kita terima bersama,agar dalam melakukan koreksi kita tidak menimbulkan apatisme dan antipati melainkan justru menggairahkan usaha-usaha perbaikan dan pembangunan itu sendiri.

Hubungan antara pemerintah,pers dan masyarakat merupakan hubungan kekerabatan dean fungsional yang harus terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.Dalam konteks ini perlu dikembangkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat pers itu sendiri untuk mengatur perilaku kehidupannya.
Jadi bila dibahas lebih spesifik lagi pers memang “lahir” ditengah-tengah masyarakat sehingga pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.Pers “lahir” untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh informasi yang aktual dengan terus menerus mengenai peristiwa-peristiwa besar maupun kecil.
Menurut Wilbur Schramn pers bagi masyarakat adalah Watcher Forum And Teacher ( pengamat,forum dan guru ).Maksudnya adalah setiap hari pers memberi laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar negeri secara tertulis dan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi.
Kajatisu G Marbun SH mengatakan, dalam penyelenggaraan roda pemerintahan dan pembangunan, harapan masyarakat dengan pemerintah harus sejalan. Dalam kaitan hubungan pemerintah dengan masyarakat itu pula, peranan pers sangat penting sebab pers adalah sarana komunikasi pemerintah dan sebaliknya pers sarana masyarakat. Tidak mungkin pemerintah bisa berhasil tanpa peran pers. Oleh karenanya pers adalah partner pemerintah, misalnya Kejaksaan dalam menjalankan tugas pemerintahan bidang penegakan hokum.

C. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media

Media massa dalam penyampaian beritanya untuk kehidupan masyarakat memiliki manfaat yang cukup besar. Mereka menggunakan alat atau media seperti Koran,radio,televisi,seni pertunjukan dan lain sebagainya.peralatan tersebut dapat digunakan untuk menyampaikan pesan,namun jika fungsi penyampaian informasi/berita disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut antara lain : Fungsi media massa sebagai alat pendidikan masyarakat tidak lagi menjadi cara yang kuat,penayangan adegan yang tidak layak dimedia-media elektronik begitulah wajah kebebasan pers Indonesia saat ini.Disatu sisi menanamkan tanggung jawab sosial,namun disisi lain keberadaanya dikhawatirkan menghancurkan moral bangsa ini.Inilah efeknya pers yang dihasilkan wajah pers Indonesia dengan karakter yang beragam seperti sekarang.

   Kehadiran media masa senantiasa menghadirkan kontrakdiksi. Di satu sisi menyediakan hal-hal positif seperti hiburan , informasi,pengetahuan dan iptek untuk memperluas wawasan .dengan kata lain media masa baik elektronik dan non elektronik bisa memberikan informasi yang sehat dan mencerdaskan khalayak serta melakukan kontrol kritik yang konsturuktif . Adanya sifat kontradiksi dari media masa misalnya pada suatu sisi brita - brita yang di tulis merupakan informasi yang aktual dan sangat di perlukan biasanya di baca berulang - ulang dan di jadikan sunber tulisan .Namun pada sisi lain pemberitaannya sering menimbulkan keresahan dan berbau propokasi .
 Dampak penyalahgunaan kebebasan media masa sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, karena media masa cetak maupun elektronik senantiasa hadir di hadapan kita, dan senantisa di nantikan kehadirannya oleh pembaca dan pemirsa. banyak prilaku yang ditampilkan kepada kita cenderung merupakan hasil peniruan dari media masa baik prilaku positif maupun negatif.[2]
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
   Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat,baik secara tulisan maupun lisan melalui media pers seperti harian,majalah dan bulletin. Adapun landasan hukum kebebasan pers di Indonesia termaksud dalam :
  • Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.
  • Undang-undang No. 40 Tahun 1998 tentang pers.
  • Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran
     Kehadiran pers sangat mendukung untuk menjalin hubungan antara pemerintah, dan masyarakat yang merupakan hubungan kekerabatan dean fungsional yang harus terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.Dalam konteks ini perlu dikembangkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat pers itu sendiri untuk mengatur perilaku kehidupannya.   Dampak penyalahgunaan kebebasan media masa sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, karena media masa cetak maupun elektronik senantiasa hadir di hadapan kita, dan senantisa di nantikan kehadirannya oleh pembaca dan pemirsa. banyak prilaku yang ditampilkan kepada kita cenderung merupakan hasil peniruan dari media masa baik prilaku positif maupun negatif.

B.           Saran-saran
   Kami  Menyadari  bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang semua itu hanyalah keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik/saran dari Ibu/bapak guru dan teman-teman yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA


http://suara-santri.tripod.com/files/nasional/nasional5.htm
http://rimahayani.blogspot.com/2009/03/dampak-penyalahgunaan-kebebasan-media.html




[1] http://suara-santri.tripod.com/files/nasional/nasional5.htm

[2] http://rimahayani.blogspot.com/2009/03/dampak-penyalahgunaan-kebebasan-media.html